Rabu, 18 Maret 2009

PENYIARAN RADIO

TEKNIK PENYIARAN RADIO

Disusun Oleh : Arman Agung

Radio merupakan media massa yang jumlahnya paling banyak didunia ini. Tidak sejengkal tanah dan permukaan laut pun yang tidak terjamah oleh signal elektromagnetik yang dipancarkan oleh lebih dari 35.000 stasiun radio di seluruh dunia.

Demikian pula halnya di Indonesia saat ini, pemancar radio dapat ditemukan dimana saja, keberadaannya tidak hanya dikota-kota besar tetapi juga dikota kecil bahkan beberapa diantaranya keberadaannya terletak jauh dipelosok desa. Dan tentunya bukanlah hal yang mengada-ada jika dikatakan bahwa dari keseluruhan media massa yang ada, radiolah yang memiliki jangkauan terluas.

Radio menarik bagi siapa saja, karena ia tampil bukan saja sebagai media hiburan tetapi juga sebagai sarana untuk mendengarkan berita-berita yang aktual dan dapat dimiliki oleh semua orang karena harganya yang relatif sangat murah. Radio dapat dinikmati di mana saja karena ia praktis untuk dibawa kemana saja. Kepraktisan dan keanekaragaman tawaran program siarannya menjadikan radio sebagai media paling populer dalam sejarah.

Karena keunikan “pendekatan pribadi” yang menjadi ciri khasnya, radio menjadi teman pribadi yang setia. Menurut Michael C. Keith (2000), “Lebih banyak orang yang mendengarkan radio karena berbagai macam tawaran yang melebihi media lain”, Dan memang pada kenyataannya menurut Kenneth Costa dari Radio Advertising Bureau, USA, setiap mobil (95%) memiliki radio. “Ada dua kali lipat dari jumlah mobil yang menggunakan radio (sekitar 135 juta) dibandingkan total sirkulasi (sekitar 60 juta) semua koran harian, dan empat dari lima orang dewasa dapat dijangkau oleh radio setiap minggunya”.

Siaran yang dilakukan oleh radio, sudah tentu dilakukan oleh yang namanya penyiar. Dalam kegiatan siarannya seseorang yang menjadi penyiar di radio, pastilah harus memiliki keterampilan didalam hal penyiaran.

Walaupun sesungguhnya setiap orang yang mampu berbicara memiliki potensi untuk menjadi penyiar, tetapi untuk merealisasikan potensi tersebut menjadi suatu kenyataan (menjadi seorang penyiar) tentu tidak dengan simsalabim abrakadabrah, akan tetapi harus melalui suatu proses pembelajaran atau pelatihan, minimal dengan cara magang.

Potensi yang ditindaklanjuti dengan praktek dan latihan yang intensif akan sangat menentukan berhasil tidaknya seseorang menjadi seorang penyiar yang diharapkan.

A. JURNALISTIK

1. Wawasan Jurnalistik

Para pendengar radio mungkin tidak peduli dengan istilah jurnasiltik radio (broadcast journalism, radio jurnasilm). Yang mereka perdulikan hanya satu: bisa MENDENGARKAN acara radio yang menghibur, menyenangkan, dan memenuhi kebutuhan informasi mereka.

Lain halnya bagi penyiar, reporter, dan penulis naskah (script writer) yang menjadi “ujung tombak” siaran radio. Mereka tidak bisa bersikap TIDAK PEDULI dengan teknik-teknik jurnalistik radio, mereka harus menguasainya, setidaknya banyak tahu tentang masalah tersebut, karena dengan itu ia dapat melaksanakan tugasnya dengan baik dan tetap berada dalam koridor yang benar dan bertanggungjawab.

Jurnalistik (journalistc) secara harfiah artinya kewartawanan atau kepenulisan. Kata dasarnya “jurnal”, artinya laporan atau catatan, berasal dari bahasa Yunani kuno, “du jour” yang berarti hari, yakni kejadian hari ini yang diberitakan dalam lembaran tercetak.

Secara konseptual, jurnalistik dapat dipahami dari tiga sudut pandang: sebagai proses, teknik, dan ilmu. Sebagai proses, jurnalistik adalah “aktivitas” mencari, mengolah, menulis, dan menyebarluaskan infornasi kepada publik melalui media massa. Aktivitas ini dilakukan oleh wartawan (jurnalis)

Sebagai teknik, jurnalistik adalah “keahlian” (expertise) atau “keterampilan” (skill) menulis karya jurnalistik termasuk keahlian dalam pengumpulan bahan penulisan seperti peliputan peristiwa (reportase) dan wawancara. Yang dimaksud karya jurnalistik adalah berita (news) dan opini (views).

Berita adalah laporan peristiwa yang memiliki nilai jurnalistik atau nilai berita (news values) – aktual, faktual, penting, dan menarik. Jenis-jenis berita antara lain berita langsung (straight news), berita opini (opinion news), berita investigasi (investigative news), dan sebagainya. Opini adalah pendapat mengenai suatu masalah atau peristiwa yang dituangkan dalam bentuk tulisan kolom, tajukrencana, artikel, surat pembaca, karikatur, pojok, dan esai.

Ada juga tulisan yang tidak termasuk berita, juga tidak bisa disebut opini, yakni feature, yang merupakan perpaduan antara news dan views. Jenis feature yang paling populer adalah feture tips (how to do it feature), feature biografi, feature catatan perjalanan/petualangan, dan feature human interest.

Sebagai ilmu, jurnalistik adalah “bidang kajian” mengenai pembuatan dan penyebarluasan informasi (peristiwa, opini, pemikiran, ide) melalui media massa. Jurnalistik termasuk ilmu terapan (applied science) yang dinamis dan terus berkembang sesuai dengan perkembangan teknologi informasi dan komunikasi dan dinamika masyarakat itu sendiri.

Sebagai ilmu, jurnalistik termasuk dalam bidang kajian ilmu komunikasi, yakni ilmu yang mengkaji proses penyampaian pesan, gagasan, pemikiran, atau informasi kepada orang lain dengan maksud memberitahu, mempengaruhi, dan memberikan kejelasan.

Komunikasi berasal dari bahasa Latin, communis, yang artinya sama (Wilbur Schramm), atau communicare, artinya bercakap-cakap (Sir Gerald Barry). Secara etimologis, komunikasi bertujuan menciptakan kesamaan makna atau pengertian tentang suatu hal. Cakupan komunikasi dikemukakan Harold Lasswell, yaitu Who says what to whom with what effect – siapa (komunikator) mengatakan apa (pesan) kepada siapa (komunikan, audiens) dengan pengaruh apa.

2. Jurnalistik Radio

Dari uraian di atas, kita dapat menyimpulkan bahwa jurnalistik radio adalah “teknik dan proses pembuatan dan penyebarluasan informasi, khususnya berita, melalui radio dengan menggunakan suara dan bahasa lisan”.

Dibandingkan dengan jurnalisme media cetak dan televisi, jurnalistik radio memiliki karakteristik tersendiri sesuai dengan karakteristik radio itu sendiri, yakni:

1) Bahasa Tutur. Gaya penulisan jurnalistik radio menggunakan “bahasa tutur”, bahasa obrolan, atau bahasa percakapan sehari-hari (spoken language, conversational language, everyday speech). Radio is conversational – media percakapan. Karakteristik bahasa tutur antara lain:

- Kalimatnya pendek-pendek

- Menggunakan kata-kata yang biasa diucapkan (spoken words)

- Satu ide satu kalimat – menghindari anak kalimat.

- Sedapat mungkin satu kalimat bisa disampaikan dalam satu nafas.

- Tidak menggunakan kalimat langsung. Kalimat langsung harus diubah menjadi kalimat tidak langsung. Ingat, kita “menceritakan” orang berbicara apa, dimana, bagaimana, kemana, dan sebagainya.

2) Disuarakan. Teknis penyajian berupa suara, dibacakan, sesuai dengan sifat radio yang auditori (untuk didengar). Berita atau informasi yang disajikan di radio semata-mata mengandalkan SUARA. It’s all about sound! Semua pesan disampaikan dalam bentuk suara, tidak ada cara lain. Tidak ada gambar atau foto, bahkan pendengar pun tida bisa melihat ekspresi wajah (facial expression), gerakan tubuh (gesture). Maka, yang harus dilakukan adalah bersuara dengan JELAS.

3) Tidak dapat diulang. Informasi yang disampaikan penyiar atau pembaca berita tidak dapat diulang. Karenanya, berita radio harus pasti benar, AKURAT, dan jelas sejak awal – tidak ada kesempatan kedua.

4) Langsung. Dapat menyajikan pendapat atau peristiwa yang sedang terjadi, juga pendapat narasumber secara langsung.

5) Batasan waktu. Penulisan naskah dibatasi detik, menit, dan jam, olehnya itu sampaikan inti berita secepatnya, jangan memberi pengantar yang panjang.

6) Enak didengar dan mudah dimengerti. Penggunaan kalimat singat, padat, sederhana, dan jelas sehinga memenuhi “rumus mudah didengar” ELF (Easy Listening Formula), yaitu susunan kalimat yang jika diucapkan enak didengar dan mudah dimengerti pada pendengaran pertama.

Dalam hal teknis peliputan, wawancara, kode etik, nilai-nilai berita, dan struktur penulisan kalimat, jurnalistik radio pada dasarnya sama saja dengan jurnalistik media massa pada umumnya. Perbedaannya – sebagaimana yang telah dikemukakan – hanya pada masalah penggunaan bahasa (tutur) dan teknis penyajian (suara).

B. SIARAN RADIO

Radio – tepatnya radio siaran (broadcasting radio) – merupakan salah satu jenis media massa (mass media), yakni sarana atau saluran komunikasi massa (channel of mass communication), seperti halnya suratkabar, majalah, atau televisi. Ciri khas utama radio adalah AUDITIF, yakni dikonsumsi telinga atau pendengaran. “Apa yang dilakukan radio adalah memperdengarkan suara manusia untuk mengutarakan sesuatu” (Saturday Review).

Media radio dipandang sebagai “kekuatan kelima” (the fifth estate) setelah lembaga eksekutif (pemerintah), legislatif (parlemen), yudikatif (lembaga peradilan), dan pers atau surat kabar. Disebut kekuatan kelima karena radio dianggap “adiknya” suratkabar. Yang menjadikan radio sebagai kekuatan kelima antara lain karena radio memiliki kekuatan langsung, tidak mengenal jarak dan rintangan, dan memiliki daya tarik tersendiri, seperti kekuatan suara, musik, dan efek suara.

Komunikasi yang dilakukan di radio – seperti halnya di media massa lain – adalah komunikasi massa (mass communication), yakni komunikasi kepada orang banyak (massa, publik) dengan menggunakan media (communicating with media).

Meskipun komunikasi yang dilakukan tergolong komunikasi massa, namun “gaya” komunikasi di radio harus berupa komunikasi personal atau antarpribadi (interpersonal communications) karena pendengar radio, meskipun banyak, harus dianggap hanya SEORANG individu layaknya teman dekat. Salah satu prinsip siaran adalah “berbicara kepada seorang pendengar yang ada di depan kita”.

Radio memiliki karakteristik yang berbeda dengan media massa lainnya. Dibandingkan dengan media massa lain, media radio memiliki karakteristik khas sebagai berikut:

1. Auditori. Radio adalah “suara”, untuk didengar, karenanya isi siaran bersifat “sepintas lalu” dan tidak dapat diulang. Pendengar tidak mungkin “menoleh ke belakang” sebagaimana pembaca korang yang bisa kembali pada tulisan yang sudah dibaca atau mengulang bacaan.

2. Transmisi. Proses penyebarluasannya atau penyampaiannya kepada pendengar melalui pemancaran (transmisi).

3. Mengandung gangguan. Seperti timbul-tenggelam (fading) dan gangguan teknis “channel noise factor”.

4. Theatre of Mind. Radio mencipta gambar (make pictures) dalam imajinasi pendengar dengan kekuatan kata dan suara. Siaran radio merupakan seni memainkan imajinasi pendengar melalui kata dan suara. Pendengar hanya bisa membayangkan dalam imajinasinya apa yang dikemukakan penyiar, bahkan tentang sosok penyiarnya sendiri.

5. Identik dengan musik. Radio adalah sarana hiburan termurah dan tercepat sehingga menjadi media utama untuk mendengarkan musik. Dalam hal musik, radio memiliki daya surprise seketika atau memberi kejutan, karena pendengar biasanya lagu apa yang akan disajikan-berbeda dengan memutar kaset yang sudah bisa ditebak urutan lagunya.

Dalam suatu kegiatan penyiaran radio, tentu didalamnya ada yang namanya “Penyiar/Penyaji Berita”, yang didalam melaksanakan kegiatannya/tugasnya berpegang pada rambu-rambu kegiatan penyiaran. Untuk lebih jelasnya, dapat diuraikan sebagai berikut:

1. Penyiar

Penyiar (announcer) adalah orang yang bertugas membawakan atau memandu acara di radio, misalnya acara berita, pemutaran lagu pilihan, talk show, dan sebagainya. Ia menjadi ujung tombak sebuah stasiun radio dalam berkomunikasi dengan pendengar. Keberhasilan sebuah program acara – dengan parameter jumlah pendengar dan pemasukan iklan – utamanya ditentukan oleh kepiawaian penyiar dalam membawakan sekaligus “menghidupkan” acara tersebut.

Sebagai profesi, dengan keahlian yang dimilikinya, seorang penyiar dengan mudah bisa memasuki profesi lain yang sejenis, seperti menjadi MC (Master of Ceremony) dan presenter acara televisi.

Semua orang pada dasarnya bisa menjadi penyiar selama dia tidak punya kelainan dalam cara bicara, misalnya gagap, bersuara “tidak normal”, atau “tidak standar”. Namun demikian, untuk menjadi seorang penyiar profesional, seseorang harus memiliki skill (kecakapan) tertentu dalam bingkai komunikasi lisan, utamanya ia harus “lancar berbicara”. Kecakapan ini bisa didapatkan melalui latihan dan pemahaman teknik-teknik berbicara yang baik.

Untuk menjadi seorang penyiar ada beberapa kecakapan yang harus dimiliki oleh seorang penyiar (Announcer’s Skill). Keahlian utama yang mutlak dimiliki seorang penyiar ada tiga:

a. Berbicara. Pekerjaan penyiar adalah berbicara, mengeluarkan suara, atau melakukan komunikasi secara lisan. Karenanya, ia harus “lancar bicara” dengan kualitas vokal yang baik – seperti pengaturan suara, pengendalian irama, tempo, artikulasi, dan sebagainya. Kelancaran berbicara dengan kualitas vokal yang baik dapat dibentuk dengan:

1) Latihan pernafasan untuk bisa mengeluarkan “suara diafragma”, yaitu suara yang terbentuk dari rongga perut. Suara ini akan lebih bertenaga (powerful), bulat, terdengar jelas, dan keras tanpa harus berteriak.

2) Latihan intonasi (nada suara) untuk berbicara secara berirama (baik dalam keadaan cepat maupun lambat) dan tidak datar atau monoton.

3) Latihan aksentuasi untuk mampu berbicara dengan penekanan pada kata-kata tertentu, misalnya dengan menggunakan “konsep suku kata” misalnya pada kata: dan, yang, di (satu suku kata); minggu, jadi, siap, Bandung (dua suku kata); bendera, pendekar, perhatian (tiga suku kata); dan sebagainya.

4) Latihan speed, untuk kecepatan berbicara.

5) Latihan artikulasi, kejelasan pengucapan kata-kata.

b. Membaca. Dalam hal ini kemampuan “Spoken Reading”, yakni membaca naskah siaran namun terdengar seperti bertutur atau tidak membaca naskah.

c. Menulis. Yaitu menulis naskah siaran. Seringkali penyiar harus menyiapkan naskah siarannya sendiri. Karenanya, ia harus memiliki kemampuan menulis naskah.

Sebagai pembanding, dapat kita simak pendapat Ben G. Henneke dalam bukunya, The Radio Announcer’s Handbook (1954), kecakapan yang harus dimiliki penyiar meliputi:

a. Komunikasi gagasan (communications of ideas). Seorang penyiar harus mampu menyampaikan gagasan, pemikiran, atau informasi dengan baik dan mudah dipahami pendengar.

b. Komunikasi kepribadian (communications of personality).

c. Proyeksi kepribadian. Penyiar harus memproyeksikan dirinya sebagai pribadi yang memiliki hal-hal sebagai berikut:

1) Keaslian (naturalness), yakni keaslian suara atau tidak dibuat-buat;

2) Kelincahan (vitality) dalam berbicara sehingga dinamis dan penuh semangat.

3) Keramahtamahan (friendliness) sehingga hangat dan akrab di telinga pendengar;

4) Kesanggupan menyesuaikan diri (adaptability), yakni bisa bekerja dalam tim, siap menghadapi resiko pekerjaan sebagai penyiar, dan mampu melayani atau mengimbangi ragam karakter pendengarnya.

d. Pengucapan (pronounciation) yang jelas dan benar atas setiap kata atau istilah yang dikemukakan.

e. Kontrol suara (voice control), meliputi pola titinada (pitch), kerasnya suara (loudness), tempo (time), dan kadar suara (quality).

Dalam prakteknya, masing-masing radio memiliki standar tersendiri atau standar tambahan bagi para penyiarnya. Radio dengan segmen pendengar anak muda, tentu membutuhkan penyiar yang mampu berbicara dalam bahasa dan gaya anak muda. Radio dengan segmen pendengar dewasa, tentu mensyaratkan penyiarnya siaran dengan bahasa dan gaya bicara orang dewasa.

2. Penyaji Berita

Penyaji berita (newscaster) sedikit berbeda dengan penyiar pada umumnya. Pasalnya, penyaji berita tidak sekadar melakukan siaran biasa yang sifatnya sangat informal, namun juga melakukan kegiatan jurnalistik yang terikat dengan kode etik jurnalistik.

Seorang penyaji berita hendaknya memenuhi kualifikasi sebagai berikut:

a. Intelektualitas tinggi, karena berita yang disajikan sangat beragam dan meliputi berbagai peristiwa di segala bidang. Ia pun harus secara cepat memahami berbagai dampak yang bisa ditimbulkan oleh sebuah berita.

b. Kepribadian kuat, sehingga siap secara fisik dan mental.

c. Wajar, yakni bersikap wajar dalam menyampaikan berita, tidak ada kesan kesal, emosional, antipatim atau dibuat-buat.

d. Berwibawa, tidak sambil bercanda atau main-main, agar berita yang disampaikan terjaga mood, nilai penting dan keterpercayaannya.

e. Memiliki pengetahuan dan keterampilan jurnalistik, sehingga sadar akan adanya kode etik jurnalistik yang harus ditaati dalam penyusunan dan penyampaian berita, seperti menyebutkan sumber, tidak memasukkan opini, dan sebagainya.

f. Kejelasan dan kejernihan suara agar informasi mudah diterima dan dipahami pendengar.

g. Mengerti dan menguasai medium: paham karakteristik radio yang auditif, langsung, hangat, dan akrab.

h. Peduli terhadap pendengar, yakni selalu mempertimbangkan apakah pendengar bisa menangkap, mengerti, dan memahami informasi yang disampaikan.

i. Peduli terhadap cara pengucapan atau pelafalan nama sehingga tidak salah eja.

j. Bersiap kalau harus melakukan koreksi. Naskah berita yang dibacakan tidak selalu terjamin keakuratannya. Jika didapati ada kesalahan, misalnya nama, maka penyaji berita melakukan koreksi langsung saat membacakan.

k. Bersiap menghadapi keadaan darurat, misalnya musik atau lagu siap putar jika ada lembar naskah yang hilang, naskah yang terpotong atau menggantung tidak tuntas.

l. Khusus untuk penyaji berita televisi, ia harus berpenampilan fisik menarik dan memiliki volume suara standar.

3. Prinsip Dasar Siaran

Prinsip dasar siaran radio sangat sederhana, yakni:

“Bayangkan Anda sedang berbicara pada SEORANG pendengar yang sekarang sedang duduk di hadapan Anda”

Jika seorang penyiar merasa bahwa dirinya berbicara kepada “lebih” dari satu orang, maka nada suaranya akan berubah. Ia pun akan kehilangan kedekatan dan kehangatan yang selalu dihubungkan dengan radio yang baik. Dengan demikian, bekerja sebagai penyiar di radio memiliki keunikan, yakni melakukan “komunikasi massa” (berbicara kepada orang banyak), namun gaya bicaranya seperti ngobrol dengan seorang teman baik (komunikasi antarpribadi).

Prinsip dasar lainnya adalah SENYUM. Penyiar harus mengindahkan nasihat berikut ini: “Senyumlah! Meskipun Anda tidak dilihat orang, tetapi bila anda berbicara sambil tersenyum orang akan dapat merasakan/menduga dari suara yang dihasilkan”.

Di radio (seperti halnya di telepon) senyum itu setara dengan kontak mata (eye contac). Senyum bisa mengangkat suara dan membuat ucapan terdengar lebih segar, selain hangat dan akrab. Keberhasilan komunikasi di radio semata-mata bergantung pada SUARA. Pesan yang disampaikan bergantung pada APA isi pesan dan BAGAIMANA menyampaikannya.

4. Teknik Siaran

Ada dua teknik siaran, dan dengan teknik inilah, umumnya seorang penyiar bekerja atau melaksanakan tugasnya.

Pertama, teknik Ad Libitum, yaitu teknik siaran dengan cara berbicara santai, enjoy, tanpa beban atau tanpa tekanan, sesuai dengan seleranya (ad libitum means to speak at pleasure, as one wishes, as one desires) dan tanpa naskah.

Untuk mencapai hasil optimal, penyiar yang melakukan teknik ad libitum harus memperhatikan hal-hal berikut ini:

* Menggunakan bahasa sederhana, yaitu bahasa sehari-hari yang biasa digunakan dalam percakapan antarpribadi (bahasa tutur).

* Mencatat terlebih dahulu pokok-pokok penting yang akan disampaikan selama siaran agar sistematis dan sesuai waktu yang tersedia. Penyiar berbicara dengan bantuan catatan tersebut (using note).

* Menguasai information behind information, yakni memahami keseluruhan informasi yang disajikan dan hal-hal lain yang ada kaitannya dengan inforamasi yang disampaikan. Dengan begitu, penyiar bisa berimrovisasi dalam siaran secara proporsional dan tidak melantur (out of context).

* Menguasai istilah-istilah khusus (jargon) dalam bidang-bidang tertentu, sehingga pembicaraan tampak “bernas”, berkualitas, dan meyakinkan. Dalam siaran berita sepakbola misalnya, penyiar harus menguasai istilah-istilah seperti corner, tendangan first time, striker, ball posession, dan sebagainya.

* Menguasai standarisasi kata, antara lain standar pengucapan slogan atau motto stasiun radio, sapaan pendengar (station call), terminologi musik atau lagu, frekuensi, dan line telepon yang bisa dihubungi pendengar untuk minta lagu, berkomentar, atau berinteraksi dengan penyiar atau narasumber.

* Mencegah atau menghindari pengucapan kata-kata yang tidak wajar atau melanggar kesusialaan, misalnya kata-kata cabul, menyinggung perasaan, atau melecehkan suku dan pemeluk agama tertentu (melanggar SARA).

Kedua, teknik membaca naskah (script reading). Dalam teknik ini, penyiar melakukan siaran dengan cara membacakan naskah siaran (script) yang sudah disusunnya sendiri atau dengan bantuan script writer.

Untuk mencapai hasil optimal, seorang penyiar harus mampu mengutarakan kata demi kata seolah-olah diucapkan tanpa bantuan naskah (spoken reading), yaitu dengan cara:

* Memahami dan menghayati isi naskah secara keseluruhan.

* Jika perlu, menggunakan tanda-tanda khusus dalam naskah untuk membantu kelancaran penyampaian, misalnya tanda garis miring satu (/) sebagai pengganti koma, garis miring dua (//) sebagai pengganti titik, dan strip bawah ( _ ) sebagai tanda pengucapan satu kesatuan. Contoh: Tentara yang datang itu/ tingal menunggu perintah tembak// Ribuan demonstran menggelar unjuk rasa anti Israel//

* Mengeluarkan suara (bicara) seakan sedang “ngobrol” atau bercerita kepada seorang teman. Naskah dianggap hanya sebagai “contekan” data.

* Menggunakan gerakan tubuh (gesture) dan senyuman untuk menambah bobot bicara.

* Sebelum mengudara, berlatih dengan mengeluarkan suara (bukan dalam hati), sekaligus melatih intonasi, aksentuasi, artikulasi, dan speed.

* Meletakkan naskah di tempat yang mudah dijangkau.

* Jangan sampai terpaksa membalik halaman naskah sambil berbicara, sebaiknya naskah tidak ditulis bersambung pada sebalik halaman.

* Sambil berbicara, membayangkan lawan bicara (pendengar) ada didepan kita, atau seolah-olah sedang menerangkan sesuatu via telepon.

5. Persiapan Siaran

Siapa yang tidak melakukan persiapan, berarti ia bersiap untuk gagal. Ungkapan bijak itu mutlak diperhatikan penyiar. Persiapan yang harus dilakukan penyiar sebelum mengudara (on air) antara lain:

a. Sediakan WAKTU LUANG, minimal 15 menit sebelum mengudara sudah hadir di ruang siaran, hal ini untuk mempersiapkan fisik, mental dan materi siaran, dengan jalan:

v Pastikan diri merasa rileks dan nyaman.

v Duduk dengan nyaman, tegak, dengan punggung yang tegak pula, dan jangan membungkuk, karena dapat mempengaruhi kualitas suara diafragma.

v Pastikan diri sudah menguasai materi siaran.

v Jika perlu, pergilah ke toilet!

b. Bagi pemula, yakinkah anda menguasai penggunaan seluruh perangkat yang anda akan gunakan, baik yang sifatnya software maupun hardware.

c. Pastikan semua kelengkapan siaran berfungsi (pemancar, line telepon, lagu-lagu atau musik, microfon, headphone, spot iklan, dan sebagainya). Jika anda siaran setelah penyiar lain bertugas, anda dapat menduga segalanya berjalan OK, kecuali ia mengatakan hal yang berbeda.

d. Pelajari Program siaran. Jika perlu, susunlah run down (urutan) atau poin-poin bahan pembicaraan menit demi menit, dipadukan dengan selingan lalu, iklan atau jinggle. Penyiar hendaknya;

o Memahami visi dan misi program siaran, juga target pendengar dan pengiklanannya.

o Menguasai informasi yang disampaikan atau tema yang dibicarakan.

e. Untuk program siaran yang mengundang pendengar mengudara via telepon (Phone-In) untuk menyampaikan opininya, siapkan topik khusus, kecuali program ini bersifat “terbuka” dimana pendengar bebas berbicara tentang apa saja.

f. Untuk program acara “bincang-bincang” atau dialog (Chat Show) dengan narasumber tetap, antisipasi ketidakhadirannya di studio pada jam siaran dengan melakukan rekaman sehari sebelumnya. Jika ternyata berhalangan hadir, gunakan rekaman itu.

g. Untuk acara diskusi (Discussion Programme), penyiar bertindak sebagai “moderator” yang mengatur “lalu lintas” pembicaraan. Oleh karena itu:

v Kuasai topik diskusi dengan baik

v Siapkan data-data pendukung jika perlu

v Undanglah narasumber yang piawai berbicara (good talker) dan menguasai topik.

v Jika diskusi melibatkan pendengar untuk bertanya atau berkomentar (interaktif), informasikan hal itu sebelumnya kepada narasumber.

h. Untuk acara musik (Music Programme):

v Siapkan lagu-lagu yang lebih banyak dari daftar lagu yang disiapkan untuk diputar.

v Alangkah baiknya jika memiliki informasi atau berita-berita tentang musik dan lagu yang akan diputar. Untuk radio-radio yang sudah besar, biasanya perusahaan-perusahaan rekaman mengirimkan rilis tentang informasi grup band atau penyanyi mereka, gunakan itu sebagai bahan referensi. Ikuti terus info-info mutakhir tentang dunia musik di berbagai media agar tetap up to date.

i. Untuk acara berita dan isu-isu aktual (News and Current Affairs Programme), cek semua fakta dan informasi sebelum mengudara. “Jika ragu, abaikan!” (If in doubt, leave it out!) hendaknya dijadikan motto.

KIAT SEBELUM MENGUDARA

1) Untuk menjaga kualitas suara, khususnya bagi mereka yang memiliki pita suara yang peka, hindari minuman-minuman soda dan mengandung susu. Jangan memakan permen atau coklat sebelum mengudara karena gula akan membuat air ludah mengental.

2) Yakinkan bahwa segala sesuatu yang yang diperlukan untuk siaran sudah disiapkan, misalnya : skirp, kertas untuk mencatat, alat tulis, dsb.

3) Pakailah baju yang longgar dan nyaman.

4) Sebelum masuk studio, lakukan latihan pernafasan dan pemanasan suara sebentar.

5) Gunakan waktu sekitar satu atau dua menit untuk melemaskan leher dan bahu, kemudian ambil napas dalam-dalam untuk menambah kepercayaan diri dan untuk memusatkan pikiran pada tugas yang akan dilaksanakan.

6) Periksa letak tubuh (posisi duduk) terhadap posisi mikrofon.

7) Ingatkan diri sendiri: “saya akan berbicara pada SATU orang pendengar yang ada dihadapan saya…..”

8) Ingatkan diri untuk membuat gerakan-gerakan tubuh (gesture) dan tersenyum ketika menjelaskan sesuatu, sebagaimana layaknya ketika sedang mengobrol dengan teman dekat.

9) Ingatlah selalu untuk mengendalikan nada suara anda.

10) Ingatkan diri agar merasa nyaman dan enjoy, dengan berfikir bahwa:

v “Saya berada di tempat yang saya mau”.

v “Saya sudah siap”.

v “Saya ingin berbicara pada pendengar saya”.

6. Kaidah Siaran

Dalam bertugas, penyiar hendaknya memperhatikan rambu-rambu siaran, yaitu tentang yang mana boleh/harus dilakukan dan apa yang tabu/tidak boleh dilakukan.

Hal-hal yang boleh/harus dilakukan oleh penyiar adalah sebagai berikut:

a. Berbicara dengan kualitas (power) suara yang terbaik dan asli, jangan dibuat-buat.

b. Selama berbicara di udara (on air), perhatikan:

1) Artikulasi, yakni kejelasan pengucapan kata-kata, kalimat, atau istilah.

2) Intonasi, yaitu tinggi rendahnya alunan nada suara dalam berbicara.

3) Aksentuasi, yaitu penekanan suara pada kata-kata tertentu.

4) Pemenggalan kata atau kalimat dalam berbicara (berhubungan dengan cara pengaturan nafas atau phrasering).

c. Berbicara akrab, namun selalu memperhatikan dan menjaga sopan santun. Seorang penyiar hendaknya menganggap semua pendengar adalah teman baiknya.

d. Mampu mengendalikan emosi, jangan sampai ada ekspresi suara emosional selama siaran walaupun misalnya pada saat itu anda sedang tersinggung oleh ulah atau kata-kata pendengar yang tidak simpatik ketika menelepon. Anda harus tetap menjaga dan mengendalikan emosi anda, karena jika anda gagal maka itu akan merusak program acara sekaligus akan merusak citra stasiun radio anda.

e. Menguasai standarisasi kata, baik kata-kata baku dalam bahasa Indonesia maupun kata-kata/istilah-istilah khas yang digunakan sebagai ciri khas stasiun radio tempat anda bekerja.

f. Paham dan sadar akan posisi sebagai penyiar yang bertugas menghibur, memandu acara, menemani pendengar untuk menikmati lagu, atau sebagai pewawancara, bahkan sebagai moderator sebuah diskusi.

g. Memelihara hubungan dengan pendengar. Sebut station call berkali-kali dengan variasi yang berbeda, sejak kapan mulai siaran, sampai kapan, berapa lama lagi berhenti, ungkapan terima kasih kepada pendengar yang masih tetap stay tune, ajakan untuk tidak memindahkan frekuensi radio pendengar, atau bahkan menginformasikan ulang acara apa yang sedang dibawakan sebagai antisipasi akan adanya pendengar yang baru bergabung di tengah siaran berlangsung.

h. Memiliki rasa humor (sense of humour) yang tinggi. Radio pada hakekatnya adalah media hiburan, penyiar harus mampu membuat pendengarnya senang, mampu membuat mereka tersenyum bahkan tertawa.

i. Kreatif dalam memunculkan hal-hal yang unik dan menarik, misalnya menciptakan ungkapan, istilah lucu, bahkan teka-teki. Tetapi ingat jangan sampai menyinggung SARA.

j. Memiliki dan menguasai kosa kata atau varietas kata yang memadai. Dalam bahasa Indonesia banyak kata yang memiliki arti yang sama, yang bisa digunakan secara bergantian, agar tidak monoton, misalnya kian = makin, sudah = telah, badan = tubuh, dan sebagainya.

k. Jadilah diri sendiri (Be yourself!), jangan meniru gaya siaran orang lain. “Lupakan cara siaran penyiar lain yang pernah anda dengarkan, bahkan mungkin mengidolakan, jadilah diri sendiri”.

l. Jika tiba-tiba anda hendak bersin atau batuk, tutuplah volume suara mikrofon pada mixer, dan sekiranya anda harus pergi ke toilet, putarkan lagu, iklan atau jingle.

Hal-hal yang tabu/tidak boleh dilakukan oleh penyiar atau kesalahan-kesalahan yang sering terjadi dalam siaran, adalah:

a. Berbicara terlalu cepat. Umumnya, orang berfikir jauh lebih cepat dari daya pengucapannya. Mencoba menyamai kecepatan daya pikir, akan mengakibatkan salah ucap. Saat memulai siaran, wajar jika sangat gugup, akibatnya bisa terburu-buru dalam mengucapkan kata-kata (to rush the words). Secara sadar, cobalah rileks, tarik nafas dalam-dalam dan tenangkan diri. Jika penyiar melakukan persiapan dengan baik (well prepared), itu akan membantunya untuk merasa lebih percaya diri, rileks, dan bersuara powerful.

b. Pembicaraan dengan nada “datar” atau membosankan. Jika penyiar terdengar tidak tertarik dengan apa yang dibicarakannya, bagaimana mungkin ia bisa berharap pendengarnya akan tertarik?

c. Menganggap acara tidak menarik. Jangan menggunakan persepsi atau selera pribadi dalam menilai suatu acara. Pikirkan kepentingan pendengar, ketertarikan mereka, dan selalu cari cara agar acara yang Anda bawakan menarik bugi mereka (bukan hanya menarik bagi Anda!).

d. Penyiar berbicara KEPADA pendengar, bukan DENGAN mereka. “Jangan menggurui pendengar, karena mereka akan mematikan radionya”. Misalnya, gunakan “kita harus……”, bukan “Anda harus………”.

e. Penyiar berbicara kepada pendengar yang jumlahnya banyak. Lupa bahwa kebanyakan orang mendengarkan radio disaat mereka lagi sendirian, atau setidaknya sendiri dengan pemikiran mereka masing-masing. Penyiar harus berbicara seakan-akan berbicara dengan seorang pendengar yang menyimak siarannya. Misalnya, jangan katakan: “ladies and gentelemen” (hadirin sekalian), “para pendengar…….”, atau “para pendengar sekalian”, tapi ucapkan dengan: “Saudara pendengar….”, atau “ Anda pendengar setia…….” (selalu menganggap pendengar HANYA SATU).

f. Salah ucap atau salah sebut, atau salah menggunakan kata atau istilah. Jangan mengucapkan kata atau istilah yang tidak atau kurang dipahami maksudnya. (If in doubt, leave it out! = jika ragu, tinggalkan!).

g. Tanpa ekspresi, datar atau monoton. Senyumlah dan gunakan ekspresi wajah atau gerakkan tubuh!

h. Miskin perbendaharaan kata, tidak variatif, sehingga berbicara berulang-ulang dan membosankan. Misalnya, sehabis lagu diperdengarkan, melulu penyiar mengatakan “Itulah lagu…….”, atau “Demikianlah lagu…….”. Variasikanlah dalam mengomentari lagu, misalnya memulainya dengan nama pencipta, penyanyi, judul album, salah satu baitnya, dan lainnya, secara acak dan bergantian.

i. Menunjukkan kekurangan diri atau lembaga, misalnya mengaku belum makan, tidak siap siaran karena demam, belum gajian atau mengaku koleksi lagu tidak lengkap dan sebagainya.

j. Melanggar etika atau norma kesopanan atau kesusilaan, misalnya mengucapkan kata-kata kotor, kasar, atau cabul.

k. Melakukan “segregasi vokal” dan “kesenyapan suara” ketika berhenti sesaat untuk memulai kalimat atau mengucapkan kata-kata (silent pause), yakni mengeluarkan suara pengantar (intruding sound) seperti “emmm”, “eeee”, “apa”, “am”, “apa itu…eee….”. Suara-suara seperti itu akan mengganggu kenyamanan telinga pendengar. Jelas, itu terjadi akibat ketidaksiapan (atau mungkin kelambanan berfikir?). Maka atasi dengan menyiapkan naskah siaran!

7. Ceklis Siaran

Seorang penyiar dapat menilai kualitas siarannya dan selanjutnya memperbaikinya dengan melakukan pengecekan terhadap hal-hal berikut ini:

a. Kecepatan – apakah Anda berbicara terlalu cepat atau terlalu lambat? Ingatlah bahwa Anda cenderung untuk membuat kesalahan apabila Anda mencoba untuk mengemas terlalu banyak kata-kata di dalam waktu yang begitu pendek.

b. Tekanan – apakah terdapat tekanan tinggi rendah yang memadai dalam suara Anda untuk menciptakan variasi daya tarik?

c. Proyeksi – apakah tenaga suara Anda cukup memadai untuk program/masa siaran.

d. Jeda – apakah Anda telah memanfaatkan/mengantisipasi saat-saat sunyi sekejap dengan baik? Jeda membantu untuk memisahkan ide-ide dan memberi waktu bagi pendengar Anda untuk berfikir.

e. Pengucapan – apakah cukup memadai cara Anda mengatasi masalah pengucapan nama-nama dan kata-kata/istilah asing atau kata-kata yang sulit? Ingatlah bahwa persiapan adalah kuncinya.

f. Sikap tubuh – apakah posisi tubuh (sikap duduk) anda sudah memberikan kemungkinan untuk bernapas dan bergerak dengan leluasa?

g. Kepribadian – Bagaimana anda berkomunikasi dengan pendengar? Apakah Anda terkesan profesional dan handal? Atau kedengarannya menggurui, malas dan ceroboh?

TIPS

MENGGUNAKAN MIKROFON

a. Jangan terlalu dekat dengan mikrofon. Ini untuk menghindari suara parau, ledakan, suara sumbang, dan decapan lidah atau bibir.

b. Jangan terlalu jauh dengan mikrofon. Ini untuk menghindari suara tidak masuk atau tidak bisa didengar secara baik.

c. Jarak yang normal dari mikrofon adalah satu jengkal, atau sekitar 20 cm.

d. Jika volume suara keras, mundurlah sedikit. Sebaliknya , jika volume suara lirih atau pelan hendaknya maju sedikit. Ini untuk menghindara pemaksaan berbicara dengan suara lebih keras atau lirih.

e. Berhati-hatilah dengan huruf p, b, t, d, dan s. Ini untuk menghindari letupan.

f. Jika berbicara di depan mikrofon, lebih baik arahnya menyerong atau miring sedikit.

g. Jangan menyalahkah mikrofon jika suara keluar jelek, tidak sesuai dengan yang anda harapkan. Sebaliknya, berlatih dan belajarlah terus dari pengalaman, kegagalan serta kesalahan yang pernah anda alami.

h. Jadikanlah mikrofon bukan sekadar sebagai alat teknik tetapi sebagai alat seni.

DAFTAR PUSTAKA

1. VAAN HOOVE : Ensiklopedi Indonesia (5), Penerbit PT Ichtiar Baru Jakarta.

2. ASEP SYAMSUL M. ROMLI : Broadcast Journalism, Penerbit Nuansa, Bandung 2004.

3. BUANERGIS MURYONO : Menjadi Artis Dubber Profesional : Penerbit Midas Surya Grafindo, Jakarta 1997

4. MUHAMMAD ALI : Kamus Lengkap Bahasa Indonesia Modern, Penerbit Pustaka Amani Jakarta.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar